Powered By Blogger

Friday, August 31, 2018

Paper Ekonomi Islam



A.    Pendahuluan
Ekonomi Islam telah lahir sejak Rasulullah Saw menyebarkan ajaran Agama Islam, kemudian dilanjutkan oleh para sahabat hingga memiliki kemajuan yang begitu pesat pada masa Dinasti Abbasiyah dan pada akhirnya masih juga dilakukan sampai zaman sekarang, walaupun saat ini masih banyak campur aduk ekonomi Barat dalam aktifitas perekonomian masyarakat khususnya Umat Islam.
Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi ortodok, melainkan karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah Saw hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam, bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karena ekonomi ortodok yang memaksa kehadiran ekonomi Islam. Ekonomi Islam juga memiliki tujuan yang sangat penting yaitu
menciptakan kesejahteraan umat manusia khususnya terpenuhinya kebutuhan setiap individu dengan cara yang disahkan oleh Undang-Undang Pemerintah maupun hukum syariat (Agama).

B.     Pengertian Ekonomi Islam
Menurut beberapa ahli ekonomi Islam (Kursyid ahmad) bahwa pengertian ekonomi Islam adalah “sebuah usaha sistematis untuk memahami masalah-masalah ekonomi, dan tingkah laku manusia secara relasional dalam perspektif Islam”.[1] Sedangkan menurut Muhammad Abdul Manan adalah “ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam”.[2]
Menurut Badan Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, bahwa pengertian dari ekonomi Islam adalah “ilmu yang mempelajari usaha manusia untuk mengalokasikan dan mengolah sumber daya untuk mencapai falah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan nilai-nilai Alquran dan Sunnah”.[3]
Salah satu aspek penting yang terkait dengan hubungan antar manusia adalah ekonomi. Ajaran Islam tentang ekonomi memiliki prinsip-prinsip yang bersumber Al-quran dan Hadits. Prinsip-prinsip umum tersebut bersifat abadi seperti prinsip tauhid, adil, maslahat, kebebasan dan tangung jawab, persaudaraan, dan sebagainya. Prinsip-prinsip ini menjadi landasan kegiatan ekonomi di dalam Islam yang secara teknis operasional selalu berkembang dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan zaman [4]dan peradaban yang dihadapi manusia. Contoh variabel yang dapat berkembang antara lain aplikasi prinsip mudharabah dalam bank atau asuransi.4

C.    Sumber Ekonomi Islam
Adapun sumber-sumber hukum dalam ekonomi Islam adalah:
1.    Alquranul Karim
Alquran adalah sumber utama, asli, abadi, dan pokok dalam hukum ekonomi Islam yang Allah SWT turunkan kepada Rasul Saw guna memperbaiki, meluruskan dan membimbing Umat manusia kepada jalan yang benar. Didalam Alquran banyak tedapat ayat-ayat yang melandasi hukum ekonomi Islam, salah satunya dalam surat An-Nahl ayat 90 yang mengemukakan tentang peningkatan kesejahteraan Umat Islam dalam segala bidang termasuk ekonomi.
2.    Hadis dan Sunnah
Setelah Alquran, sumber hukum ekonomi adalah Hadis dan Sunnah. Yang mana para pelaku ekonomi akan mengikuti sumber hukum ini apabila didalam Alquran tidak terperinci secara lengkap tentang hukum ekonomi tersebut.
3.    Ijma'
Ijma' adalah sumber hukum yang ketiga, yang mana merupakan konsensus baik dari masyarakat maupun cara cendekiawan Agama, yang tidak terlepas dari Alquran dan Hadis.


4.    Ijtihad atau Qiyas
Ijtihad merupakan usaha meneruskan setiap usaha untuk menemukan sedikit banyaknya kemungkinan suatu persoalan syariat. Sedangkan qiyas adalah pendapat yang merupakan alat pokok ijtihad yang dihasilkan melalui penalaran analogi.
5.    Istihsan, Istislah dan Istishab
Istihsan, Istislah dan Istishab adalah bagian dari pada sumber hukum yang lainnya dan telah diterima oleh sebahagian kecil oleh keempat mazhab.[5]

D.    Sistem Ekonomi Islam
Sistem ekonomi syariah adalah sistem ekonomi  yang mandiri, oleh karenanya Islam mendorong kehidupan sebagai kesatuan yang utuh dan menolong kehidupan seseorang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan masyarakat, yang individu-individunya saling  membutuhkan dan saling melengkapi dalam skema tata sosial, karena manusia adalah entitas individu sekaligus kolektif. Ekonomi Islam adalah cara hidup yang serba cukup, Islam sendiri menyediakan segala aspek eksistensi manusia yang mengupayakan sebuah tatanan yang didasarkan pada seperangkat konsep Hablum  min-Allah wa hablum min-Annas, yang berkaitan tentang Tuhan, manusia dan hubungan keduanya (tauhidi).[6]
Gagalnya sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat mengharuskan adanya pemecahan. Karena itu, negara-negara muslim sangat membutuhkan suatu sistem yang lebih baik yang mampu memberikan semua elemen untuk berperan dalam mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan. Sistem ekonomi islam bukanlah sistem ekonomi alternatif maupun sestem ekonomi pertengahan; sistem ekonomi islam merupakan sistem ekonomi solutif atas berbagai permasalahan yang selama ini muncul.Sistem ekonomi Islam hadir jauh lebih dahulu dari kedua sistem yang dimaksud di atas, yaitu pada abad ke 6, sedangkan kapitalis abad 17, dan sosialis abad 18.[7] Dalam sistem ekonomi Islam, yang ditekankan adalah terciptanya pemerataan distribusi pendapatan, seperti tercantum dalam Al-Qur’an yang artinya,
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.(Al-Hasyr: 7).[8]
Pada sistem ekonomi Islam terdapat beberapa asas sistem ekonomi Islam yang dikemukakan oleh Zullum (1983), Az-Zain (1981), An-Nabhaniy (1990), dan Abdullah (1990), yaitu:
1.      Kepemilikan (Al-Milkiyyah)
Pada asas pertama yaitu kepemilikan telah diuraikan pada prinsip dasar ekonomi Islam, dan sesungguhnya pemilik kepemilikan harta itu adalah Allah SWT dan sekaligus Dzat yang memiliki kekayaan tersebut, seperti dalam surat An-Nuur {24} : (33).[9]
2.      Pengelolaan Kepemilikan (At-Tasharrufi Al-Milkiyyah)
Secara garis besar, pengelolaan kepemilikan mencakup kepada dua kegiatan yaitu:
a.    Pembelanjaan Harta
Pembelanjaan harta adalah "pemberian harta tanpa adanya kompensasi", dalam pembelanjaan harta milik individu yang ada, Islam memberikan tuntunan bahwa harta tersebut pertama-tama haruslah dimanfaatkan untuk nafkah wajib seperti nafkah keluarga, infaq fi sabilillah, membayar zakat, dan lainnya. Kemudian nafkah sunnah seperti sodaqoh, hadia, dan lainnya. Dan setelah itu dimanfaatkan untuk hal-hal yang mubah, dan hendaknya harta tersebut tidak dimanfaatkan untuk hal-hal terlarang seperti untuk membeli barang haram, minuman keras, dan lainnya.[10]
b.    Pengembangan Harta
Pengembangan harta adalah kegiatan memperbanyak jumlah harta yang telah dimiliki. Seorang Muslim yang ingin mengembangkan harta yang telah dimiliki, wajib terikat dengan ketentuan Islam berkaitan dengan pengembangan harta. Secara umum Islam telah memberikan tuntunan pengembangan harta melalui cara-cara yang sah seperti jual-beli, kerja sama syirkah yang Islami dalam bidang pertanian, perindustrian, maupun perdagangan. Selain itu, Islam juga melarang pengembangan harta yang terlarang seperti jalan aktifitas riba, judi, serta aktifitas terlarang lainnya.[11]
3.      Distribusi Kekayaan ditengah-tengah Manusia
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme distribusi kekayaan terwujud dalam sekumpulan hukum syara' yang ditetapkan untuk menjamin pemenuhan barang dan jasa bagi setiap individu rakyat. Mekanisme ini dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab kepemilikan serta akad-akad mu'amalah yang wajar.
Namun demikian, perbedaan potensi individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut diantara mereka. Selain itu perbedaan antar masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang  fixed, seperti emas dan perak.[12]

E.     Prinsip-prinsip Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam nilai-nilai ekonomi bersumber Al-Qur’an dan Hadits berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam setiap kegiatan ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari setiap kegiatan ekonomi Islam.
Dalam ekonomi Islam terdapat sistem yang saling terkait antara satu dengan lainnya, yaitu mencakup pandangan dunia (al-kholqiyah) dan moral (al-khuliqiyah) yang mempengaruhi, membimbing dan membantu manusia merealisasikan sasaran-sasaran kemanusiaan (insaniyah) yang berketuhanan (rabbaniyah) guna mewujudkan keadilan dan kesejahteraan. Maka untuk merealisasikan tujuan ini terdapat empat landasan filosofis dalam ekonomi Islam yaitu: tauhid, keadilan, khalifah, kebebasan dan tanggung jawab, sebagaimana penjelasan berikut:
1. Tauhid
Untuk mencapai kesejahteraan satu-satunya landasan paling fundamental adalah tauhid, karena dengan landasan tauhid ini dapat di bedakan antara ekonomi Islam dengan Ekonomi konvensional. Tauhid membersihkan agama secara mutlak dari semua keraguan menyangkut transendensi dan keesaan tuhan. Hanya Allah lah yang patut di agungkan dan di sucikan, dijadikan tempat mengadu dan meratap.[13] Dengan tauhid itu manusia  bisa  mencapai dua tujuan sekaligus, yaitu mengukuhkan Tuhan sebagai satu-satunya pencipta alam semesta  dan mensederajatkan semua manusia sebagai mahluk tuhan.[14] Dan yang membedakan derajat seseorang dihadapan Allah SWT adalah ketaqwaannya.


2. Khalifah
Manusia diciptakan selain untuk menyembah kepada-Nya tetapi juga ditugaskan sebagai wakil-Nya dimuka bumi.[15] Ia telah dibekali dengan semua karakteristik mental dan spiritual serta materil untuk memungkinkannya hidup dan mengemban misinya secara efektif.
Dalam pengolahan dan pengelolaan disini terkandung makna sinergi yang memberi tekanan pada kerjasama dan tolong menolong dalam arti bahwa mereka yang bekerja meraih kemakmuran dibumi harus dilakukan tanpa melakukan pengorbanan terhadap orang lain (al-fasad) sementara kalau memperoleh kelebihan harus digunakan untuk member manfaat dan pertolongan kepada sesama.[16]
3. Keadilan dan keseimbangan
Konsep tauhid dan khilafah akan tetap menjadi konsep yang kosong dan tidak memiliki substansi jika tidak dibarengi dengan keadilan sosio-ekonomi. Seperti dikatakan oleh Ibnu Taimiyah bahwa” Allah menyukai negeri adil meskipun kafir, tetapi tidak menyukai Negara tidak adil meskipun beriman, dan dunia akan dapat bertahan dengan keadilan meskipun tidak beriman, tetapi tidak akan bertahan dengan ketidakadilan meskipun Islam”. Keadilan telah dipandang oleh para fuqaha’ sebagai isi pokok maqashid asy-syari’ah. Islam sangat menentang keras berbagai bentuk ketidakadilan, ketidak merataan,eksploitasi, penindasan dan kekeliruan, sehingga seseorang menjauhkan hak orang lain atau tidak memenuhi kewajibannya terhadap mereka.[17]
4. Kebebasan (al-khuriyyah)
Tidak ada kalimat yang merdu di dengar, yang indah dirasakan, dan selalu menjadi dambaan insan setelah aqidah dan keimanan menancap di kalbu kecuali senandung kalimat kebebasan. Akan tetapi kebebasan disini bukan berarti bebas mutlak tanpa batas, tetapi kebebasan yang terikat dengan hak-hak orang lain, dengan kepentingan umum bagi masyarakat, dan terpenting lagi adalah keterikatan dengan koridor syari’ah, juga system undang-undang sipil dalam suatu Negara.[18]
Disini manusia mempunyai suatu kebebasan untuk berbuat suatu keputusan ekonomis yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidupnya. Karena dengan kebebasan itu manusia dapat mengoptimalkan  potensinya dengan melakukan inovasi-inovasi dalam kegiatan ekonomi. Maka konsekuensi dari kebebasan ini adalah sebuah keniscayaan untuk seluas-luasnya terus mengembangkan kreatifitasnya, melakukan inovasi-inovasi ekonomi sesuai dengan kebutuhan manusia juga kebutuhan pasar yang secara dinamis mengalami perubahan-perubahan.[19]
5.  Tanggung jawab (al-mas’uliyyah)
Tanggung jawab adalah merupakan konsekuensi logis daripada sebuah kebebasan. Dalam pandangan Islam tanggung jawab manusia hanya tidak sebatas tanggung jawab individu dan sosial, tetapi yang lebih penting lagi adalah tanggungjwab dihadapan Allah SWT. Maka dari itu  makna kebebasan adalah suatu amanah dari Allah yang harus di implementasikan manusia dalam aktifitas kehidupannya.
Pertanggungjawaban manusia perlu difahami dalam dua aspek, yaitu aspek transcendental (transcendental accountability) yaitu suatu keyakinan akan adanya hari pembalasan, perhitungan sebagai selfcontrol.[20] Sehingga bagi orang yang sadar  akan eksistensi hari pembalasan akan mampu mengartikulasikan kehidupan dengan sikap dan perilaku yang baik, karena pada hari perhitungan nanti manusia akan disuruh membaca sendiri catatan amalannya, untuk menjustifikasi eksistensinya di muka bumi.[21]



F.     Perbedaan Ekonomi Islam dengan beberapa Ekonomi Konvensional
1.      Ekonomi Islam
Pada perekonomian Islam, sistem yang digunakan adalah sistem yang berlandaskan dari Alquran dan Hadis, baik aktifitasnya maupun barangnya. Dan ciri lainnya adalah larangan terhadap pengambilan riba, tidak adanya penguasaan tertentu oleh individu.[22]
2.      Ekonomi Kapitalisme
Sistem ini dikenal sebagai sistem perusahaan bebas, dibawah sistem ini seorang individu berhak menggunakan dan mengawal barang-barang ekonomi yang diperolehnya. Sedangkan sifat utama sistem ini adalah menolak nilai-nilai aqidah dan syariat, pengambilan riba, faktor-faktor ekonomi dikuasai oleh individu tertentu secara terus-meenerus, pemodal-pemodal bank yang besar mempunyai kuasa yang berlebih, dan memiliki unsur mengasas monopoli karena menjadi setiap pemodal untuk menguasai segalanya dan menghapuskan semua persaingan dengannya.[23]
3.      Ekonomi Sosialisme
Ciri utama pada prinsip ekonomi sosialisme adalah mengembalikan kuasa ekonomi dari pada golongan Borjuis (Kapitalis) kepada golongan Proliter (Petani dan buruh), menyerahkan semua sumber alam dan sumber ekonomi kepada Negara untuk dialihkan sama rata kepada rakyat, Negara memiliki kuasa sepenuhnya atas pekerjaan yang dihasilkan oleh rakyat.[24]
4.      Ekonomi Komunisme
Ekonomi komunisme merupakan suatu sistem ekonomi sosialis yang radikal dan satu doktrin politik yang diasaskan oleh Karl Marx. Menerusi sistem ini, semua tanah dan modal sama ada yang asli dan buatan manusia, berada ditangan Negara sepenuhnya. Rakyat akan menerima pendapatan menurut keperluan mereka, bukan mengikut kebolehan mereka.[25]

5.      Ekonomi Campuran
Ekonomi campuran atau disebut juga dengan sistem "klon", sedangkan ciri utama sistem ini adalah hak milik harta boleh berubah dari hak milik individu secara mutlak kepada hak milik Negara sepenuhnya.[26]
Adapun letak perbedaan ekonomi Islam dan ekonomi konvensional dapat dilihat dari beberapa sudut, yaitu:
1)   Sumber (epistemology)
Sebagai sebuah Agama yang diridhai oleh Allah SWT, sumber ekonomi Islam berasaskan kepada sumber yang mutlak yaitu Alquran dan As-Sunnah, kesemuanya itu menjurus kepersoalan ekonomi yang lengkap pada suatu tujuan yakni pembangunan keseimbangan rohani dan jasmani manusia berasaskan Tauhid. Sedangkan ekonomi konvensional tidak bersumber atau berlandaskan wahyu, yang mana lahir dari pemikiran manusia yang akan berubah berdasarkan waktu ataupun masa.[27]
2)   Tujuan Hidup
Tujuan kehidupan yang dibawa oleh konsep ekonomi Islam adalah membawa kepada konsep al-falah (kemenangan, kejayaan), sedangkan konsep ekonomi konvensional membawa tujuan kehidupan pada konsep kepuasan di dunia saja.[28]
3)   Konsep Harta sebagai Wasilah
Didalam Islam harta bukanlah merupakan tujuan hidup tetapi sekedar washilah atau perantara bagi mewujudkan perintah Allah SWT. Sedangkan menurut ekonomi konvensional bahwa harta adalah tujuan hidup yang tidak mempunyai kaitan dengan Tuhan dan akhirat sama sekali.[29]


G.  Kontrol dalam Sistem Ekonomi Islam
Adapun lembaga-lembaga kontrol dalam sistem ekonomi yang akan terjamin lurusnya sistem ekonomi menurut arahan yang telah dijelaskan atau ditetapkan dalam syariah adalah:
1.    Kekuasaan Al-Hisbah
Hakim hisbah melakukan kontrol terhadap pasar, timbangan, takaran, dan penipuan di pasar dan tempat-tempat umum serta monitor sebagai pelanggaran lainnya.[30]
2.    Kekuasaan Peradilan
Peradilan menyelesaikan semua perselisihan, termasuk perselisihan finansial dan ekonomi, yang kadang muncul dalam mu'amalah keseharian masyarakat.[31]
3.    Berbagai Biro
Berbagai alat untuk mengontrol dan mengaudit aliran harta di baitul mal yang berkaitan dengan harta zakat, harta Negara, dan harta yang termasuk kepemilikan umum. Biro tersebut menangani kontrol atau pengawasan terhadap pemungutan dan pembelanjaan agar setiap aliran harta terjadi pada tempatnya secara benar.[32]
4.    Kekuasaan Mazhalim
Mazhalim menangani pengaduan yang ditujukan atau diajukan melawan penguasa jika mereka melakukan kezhaliman terhadap rakyat dalam segala kebijakan di segala bidang, termasuk kebijakan finansial dan ekonomi.[33]



1  Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.17.
2  Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Prima Yas, 1997), h.19.
3  P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.19.
[4] Ibid, h. 9
[5] Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, (Yogyakarta: PT. Dana Bakhti Prima Yasa, 1997), h. 28-38.
[6]  Ibid
[7] Ziah Maulidah, Perbandingan Ekonomi Islam dengan Ekonomi Konvensional, dalam http://hidupberawaldari.blogspot.com/2012/10/perbandingan-ekonomi-islam-dengan.html (diakses, 10 Maret 2016)
[8]  Depag,  Al-Qur’an dan Terjemah (Surabaya: CV. Penerbit Fajar Mulya,1998), h. 546
[9]  Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Kencana,2006),h.18-19
[10] Muhammad Siddiq Al-Jawi, Asas-Asas Sistem Ekonomi Islam, (Yakarta: Kencana, 2005), h.4
[11]  Ibid
[12]  Muhammad Siddiq Al-Jawi, Asas-Asas Sistem Ekonomi Islam, (Yakarta: Kencana, 2005), h.5-6.
[13]  M. Yusuf Qardhawi, Op.Cit  h. 203
[14]  Isma’il Razi Al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan (terj. Anas Mahyuddin), (Bandung: Pustaka, 1984), h 165
[15]  Departemen Agama RI, Op.Cit h. 6
[16]  Departemen Agama RI, Op.Cit h. 117
[17]  Ibid, h. 117
[18]  Wahbah Zuhaili, Kebebasan Dalam Islam, (Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005) h. 3
[19]  Amiur Nurrudin, Op.Cit   h.  34
[20]  Ibid h, 35
[21]  Isma’il Razi Al-Faruqi,Op.Cit  h 180
[22]  P3EI, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), h.18
[23] http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.
[24] http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.
[25] http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.
[26] http://www.scribd.com/doc/2163104/sistem-ekonomi-Islam-dan-sistem-ekonomi-konvensional.
[27] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.8
[28] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.8
[29] Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h.8
[30] http://www.Islamic-center.or.id/-Islamic learnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-syariah/424-sistem-ekonomi-Islam.
[31] http://www.Islamic-center.or.id/-Islamic learnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-syariah/424-sistem-ekonomi-Islam.
[32] http://www.Islamic-center.or.id/-Islamic learnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-syariah/424-sistem-ekonomi-Islam.
[33] http://www.Islamic-center.or.id/-Islamic learnings-mainmenu-29/syariah-mainmenu-44/27-syariah/424-sistem-ekonomi-Islam.

No comments:

Post a Comment