Powered By Blogger

Monday, May 20, 2019

Positivisme, Naturalisme Dan Modernisasi



A.    Paradigma Positivisme
Positivisme merupakan paradigma ilmu pengetahuan yang paling awal muncul dalam dunia ilmu pengetahuan. Keyakinan dasar aliran ini berakar dari paham ontologi realisme yang menyatakan bahwa realitas ada (exist) dalam kenyataan yang berjalan sesuai dengan hukum alam (natural laws). Dengan kata lain, Positivisme merupakan suatu aliran filsafat yang menolak aktifitas yang berkenaan dengan metafisik, semua didasarkan pada data empiris. Upaya penelitian, dalam hal ini adalah untuk mengungkapkan kebenaran realitas yang ada, dan
bagaimana realitas tersebut senyatanya berjalan.
Positivisme muncul pada abad ke-19 dimotori oleh sosiolog Auguste Comte, dengan buah karyanya yang terdiri dari enam jilid dengan judul The Course of Positive Philosophy (1830-1842).
Dalam perkembangannya ada tiga positivisme, yaitu positivisme sosial, positivisme evolusioner, dan positivisme kritis.
1.      Positivisme sosial
Positivisme sosial merupakan penjabaran lebih jauh dari kebutuhan masyarakat dan sejarah. August Comte dan John Stuart Mill merupakan tokoh utama positivisme ini. Sedangkan para perintisnya adalah Saint Simon dan penulis-penulis sosialistik dan utilitarian yang karya-karyanya juga dekat tokoh besar dalam ekonomi, yaitu Thomas Maltrus dan David Ricardo.
Filsafat positivistik Comte tampil dalam studinya tentang sejarah perkembangan alam pikir manusia, matematika bukan ilmu namun merupakan alat berpikir logik. Comte terkenal dengan penjenjangan sejarah perkembangan alam fikir manusia, yaitu teologik, metafisik, dan positif. Pada jenjang teologik, manusia memandang bahwa segala sesuatu itu hidup dengan kemauan dan kehidupan seperti dirinya, jenjang ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap animisme atau fetishisme,  yang  memandang  bahwa  pada  setiap  benda  itu  memiliki  kemauannya  sendiri. Kedua tahap polytheisme yang memandang sejumlah dewa menampilkan kemauannya pada sejumlah obyek dan ketiga, tahap monotheisme yang memandang bahwa ada satu Tuhan yang menampilkan kemauannya pada beragam obyek. Pada jenjang alam berfikir metaphisik abstraksi kemauan pribadi berubah menjadi abstraksi tentang sebab dan kekuatan alam semesta. Pada jenjang positif, alam berfikir mengadakan pencarian pada ilmu absolut, mencari kemauan terakhir atau sebab utama, ilmu yang pertama menurut Comte adalah astronomi, lalu fisika, kimia dan akhirnya biologi.
Tokoh semasa dengan Comte yang juga memberi landasan positivisme adalah Jeremy Bentham dan James Mill, menurut keduanya ilmu yang valid adalah ilmu yang dilandaskan pada fakta. Ethik tradisional yang dilandaskan pada moral diganti dengan ethik pada motif perilaku pada kepatuhan manusia pada aturan. Mill menolak absolut dari agama. Mill berpendapat bahwa kebebasan manusia itu bagaikan a secrad fortress (benteng suci) yang aman dari penyusupan otoritas apapun, wawasan yang menjadi marak pada akhir abad 20-an ini.
2.     Positivisme Evolusioner
Hal ini berangkat dari fisika dan biologi dan digunakan doktrin evolusi biologik. Dalam konsep Herbert Spencer, evolusi merupakan proses dari  sederhana  ke  kompleks,  pengetahuan  manusia  menurut  dia  terbatas  pada  kawasan phenomena.  Agama  yang  otentik  mengungkap  kawasan  yang  penuh  misteri,  yang  tak diketahui, yang tak terbatas, hal mana yang phenomena tunduk kepada misteri.
Agama sering melihat materi dan ruh sebagai dua yang dualisme, Hackel berpendapat bahwa hal dan kesadaran itu menampilkan sifat yang berbeda, tetapi mengenai substansi yang satu, monistik.  Berbeda  dengan  Lambrosso  yang  berpendapat  bahwa  perilaku  criminal  bersifat positivistic  biologic  deterministic.  Wilhelm  Wundt  penganut  positivism  evolusioner menampilkan teori paralelisme psikhophisik, menentang monism materialistic Lombrosso.
3.      Positivisme Kritis
Pada akhir abad XIX positivisme menampilkan bentuk lebih kritis dalam karya-karya Ernst Mach dan Richard Avenarius dan lebih dikenal sebagai empiriocritisisme. Fakta menjadi satu-satunya jenis unsur untuk membangun realitas. Tekanan  positivistik  menggaris bawahi  penegasannya  bahwa  hanya  bahasa  observasional  yang menyatakan  informasi  faktual.

B.     Paradigma Naturalisme
Naturalisme lahir pada abad ke 17 dan mengalami perkembangan pada abad ke 18. Naturalisme berkembang dengan cepat di bidang sains. Ia berpandangan bahwa “Learned heavily on the knowledge reported by man’s sense”. Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau, seorang filsuf Perancis yang hidup pada tahun 1712-1778. Rosseau berpendapat bahwa semua anak yang baru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa, justru dapat merusak pembawaan baik anak itu, sehingga aliran ini sering disebut negativisme.
Naturalisme mempunyai pengertian, yaitu : dari segi bahasa, Naturalisme berasal dari 2 kata, yakni  Natural : alami dan Isme : paham. Aliran filsafat naturalisme disebut sebagai Paham Alami maksudnya adalah bahwa setiap manusia yang terlahir ke bumi ini pada dasarnya memiliki kecenderungan atau pembawaan yang baik, dan tak ada seorangpun terlahir dengan pembawaan yang buruk. Secara garis besar dapat diartikan  bahwa filsafat naturalisme merupakan hasil berlakunya hukum alam fisik dan terjadinya menurut kodrat atau menurut wataknya sendiri.
Ada beberapa tokoh yang menganut aliran filsafat naturalisme. Adapun tokoh-tokoh tersebut serta pandangannya antara lain:
1.        Plato. (427 – 347 SM)
Menurut Plato, terdapat dua dunia yaitu dunia materi yang merupakan obyek pengalaman dan dunia rohani yang merupakan obyek pengertian, yang terpisah sama sekali yang satu dengan yang lainnya. Salah satu analisis dasar adalah perbedaan yang nyata antara gejala (fenomena) dan bentuk ideal (eidos), dimana plato berpandangan bahwa, disamping dunia fenomen yang kelihatan, terdapat suatu dunia lain, yang tidak kelihatan yakni dunia eidos. Dunia yang tidak kelihatan itu tercapai melalui pengertian (theoria). Apa arti eidos dan hubungannya dengan dunia fenomena bahwa memang terdapat bentuk-bentuk yang ideal untuk segala yang terdapat dibumi ini. Tetapi asalnya tidak lain daripada dari sumber segala yang ada, yakni yang tidak berubah dan kekal, yang sungguh-sungguh indah dan baik yakni budi Ilahi (nous), yang menciptakan eidos-eidos itu dan menyampaikan kepada kita sebagai pikiran. Sehingga dunia eidos merupakan contoh dan ideal bagi dunia fenomena.
2.        Aristoteles (384 – 322 SM)
Aristoteles menyatakan bahwa mahluk-mahluk hidup didunia ini terdiri atas dua prinsip :
a.       Prinsip formal, yakni bentuk atau hakekat adalah apa yang mewujudkan mahluk hidup tertentu dan menentukan tujuannya.
b.      Prinsip material, yakni materi adalah apa yang merupakan dasar semua mahluk.
Sesudah mengetahui sesuatu hal menurut kedua prinsip internal itu pengetahuan tentang hal itu perlu dilengkapi dengan memandang dua prinsip lain, yang berada diluar hal itu sendiri, akan tetapi menentukan adanya juga. Prinsip ekstern yang pertama adalah sebab yang membuat, yakni sesuatu yang menggerakan hal untuk mendapat bentuknya. Prinsip ekstern yang kedua adalah sebab yang merupakan tujuan, yakni sesuatu hal yang menarik hal kearah tertentu. Misalnya api adalah untuk membakar, jadi membakar merupakan prinsip final dari api. Ternyata pandangan tentang prinsip ekstern kedua ini diambil dari hidup manusia, dimana orang bertindak karena dipengaruhi oleh tujuan tertentu, pandangan ini diterapkan pada semua mahluk alam. Seperti semua mahluk manusia terdiri atas dua prinsip, yaitu materi dan bentuk.
Materi adalah badan, karena badan material itu manusia harus mati, yang memberikan bentuk kepada materi adalah jiwa. Jiwa manusia mempunyai beberapa fungsi yaitu memberikan hidup vegetatif (seperti jiwa tumbuh-tumbuhan), lalu memberikan hidup sensitif (seperti jiwa binatang) akhirnya membentuk hidup intelektif. Oleh karena itu jiwa intelektif manusia mempunyai hubungan baik dengan dunia materi maupun dengan dunia rohani, maka Aristoteles membedakan antara bagian akal budi yang pasif dan bagian akal budi yang aktif. Bagian akal budi yang pasif berhubungan dengan materi, dan bagian akal budi yang yang aktif berhubungan dengan rohani.

C.    Paradigma Modernisasi
Paradigma tentang medernisasi terus berkembang sesuai dengan perubahan waktu dan kondisi. Eropa pada awalnya menganut konsep renaissance, masyarakat eropa yang berlapis-lapis baik suku, kerajaan dan lainnya lebih kompleks dibandingkan dengan amerika yang menganut konsep pencerahan. Edward Shils dalam Pieters menilai bahwa modernisasi identik dengan westernisasi dimana modern adalah menjadi kebarat-baratan, hal ini memberikan standar dan model yang jelas untuk membentuk Negara yang modern. Modernisasi mengadopsi politik lembanga-lembaga barat, bagaimana lembaga itu bekerja di Negara yang belum modern tergantung pada lembaga tersebut dan bagaimana westernisasi bekerja di Negara tersebut.  Hal yang tidak jauh berbeda diungkapkan dalam pieters dimana menjelaskan bahwa teori modernisasi merupakan evolusi dari perkawinan evolusionisme dan fungsionalisme, dengan modernisasi dikonseptualisasikan baik sebagai variabel kritis atau teori dikotomis. Contoh dari teori modernisasi adalah rasionalisasi dan industrialisasi. Bagaimana memandang rasionalitas sebagai suatu kemajuan dalam pembangunan serta bagaimana pembangunan industri menjadi sumber ekonomi utama bangsa-bangsa Eropa.
Teori modernisasi berkembang dalam tiga fase. Fase pertama (1950-an dan 1960-an), fase kedua (1970-an dan 1980-an), fase ketiga (1990-an). Teori modernisasi lahir sebagai sejarah tiga peristiwa penting dunia setelah Perang Dunia II, yaitu munculnya Amerika Serikat sebagai kekuatan dominan dunia, perluasan gerakan komunis sedunia dimana Uni Soviet mampu memperluas pengaruh politiknya ke Eropa Timur dan Asia serta lahirnya negara-negara merdeka baru di Asia (Afrika dan Amerika Latin). Terdapat dua teori yang melatarbelakangi lahirnya teori modernisasi, yaitu teori evolusi dan teori fungsionalisme.
Teori evolusi menggambarkan perkembangan masyarakat dalam dua hal. Pertama, teori evolusi menganggap bahwa perubahan sosial merupakan gerakan searah, seperti garis lurus. Masyarakat berkembang dari masyarakat primitif menuju masyarakat maju. Kedua, teori evolusi membaurkan antara pandangan subjektifnya tentang nilai dan tujuan akhir perubahan sosial. Perubahan menuju bentuk masyarakat modern merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari.
Teori fungsionalisme tidak lepas dari pemikiran Talcott Parsons yang memandang masyarakat seperi organ tubuh manusia. Pertama, struktur tubuh manusia memiliki bagian yang saling terhubung satu sama lain. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai berbagai kelembagaan yang saling terkait satu sama lain. Kedua, setiap bagian tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas, demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat.
Terdapat tiga pemikir klasik teori modernisasi untuk menggambarkan bagaimana seorang sosiolog, ekonom dan ahli politik menguji persoalan pembangunan di Negara Dunia Ketiga.
    Menurut Neil Smelser, modernisasi akan selalu melibatkan konsep diferensiasi struktural. Dengan adanya proses modernisasi, ketidakteraturan struktur masyarakat yang menjalankan berbagai fungsi sekaligus akan dibagi dalam substruktur untuk menjalankan satu fungsi yang lebih khusus.
    Walt Whitman Rostow menyatakan bahwa ada lima tahapan pembangunan ekonomi, yaitu masyarakat tradisional, persiapan tinggal landas, tinggal landas, menuju kematangan dan konsumsi massa. Namun, masalah yang dihadapi Negara Dunia Ketiga adalah bagaimana memperoleh sumber daya yang diperlukan, khususnya sumber daya modal untuk mencapai tingkat investasi produktif yang tinggi. Menurut Rostow, masalah dana investasi dapat diselesikan dengan beberapa cara, yaitu pemindahan sumber dana secara radikal atau melalui berbagai kebijakan pajak, investasi yang berasal dari lembaga-lembaga keuangan, perdagangan internasional dan investasi langsung modal asing.
    Menurut James S. Coleman, modernisasi politik merujuk pada proses diferensiasi struktur politik dan sekularisasi budaya politik yang mengarah pada etos keadilan. Terdapat tiga hal pokok yang dinyatakan oleh Coleman, yaitu diferensiasi politik dapat dikatakan sebagai salah satu kecenderungan sejarah perkembangan sistem politik modern, prinsip kesamaan dan keadilan merupakan etos masyarakat modern serta usaha pembangunan politik yang berkeadilan akan membawa akibat pada perkembangan kapasitas sistem politik.

No comments:

Post a Comment