A. Pengantar
Minyak dan gas bumi (migas) adalah bagian dari
sumber daya alam yang bertindak sebagai sumber energi utama dalam kehidupan
manusia yang tidak dapat dibarukan sehingga ketersediaannya terbatas. Jika
Jumlahnya yang terbatas namun kebutuhan akan migas cukup besar berbanding
terbalik dengan cadangan yang ditemukan, maka perlu dilakukan eksplorasi untuk
terus menemukan resource demi memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat
setiap tahunnya. Migas hanya terbentuk dalam setting geologi dari mahluk hidup
purbakala yang mati dan terkubur selama jutaan tahun mendapatkan tekanan dan
suhu tinggi lalu berproses menjadi mineral.
Agar dapat membawa minyak dan gas bumi sampai ke permukaan dan dapat digunakan dibutuhkan proses yang mahal. Oleh karena itu, sektor pengolahan migas merupakan industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat resiko. Karena sifatnya yang demikian, meskipun
kekayaan migas merupakan milik negara, pengolahan migas selalu dilakukan melalui kerjasama dengan kontraktor untuk berbagi resiko. Industri migas terbagi menjadi dua tahap yaitu, tahap eksplorasi dan tahap produksi. Kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas sedangkan kegiatan produksi untuk mengangkatnya ke permukaan kemudian mengolah.Indonesia
dalam mengelolah sumber daya alam khususnya minyak dan gas bumi tidak lepas
dari kerja sama melalui pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah,
perusahaan, individu, atau entitas legal lain. Industri atau kegiatan usaha
migas dengan hak atas tanah, pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang
No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Usaha migas dilaksanakan di dalam
wilayah hukum pertambangan Indonesia. Wilayah pertambangan Indonesia secara hukum
adalah seluruh wilayah daratan, perairan dan landas kontinen Indonesia.
B. Bentuk-Bentuk
Kerjasama Pengelolaan Migas
1.
Kerjasama Konsesi.
Konsesi mempunyai pengertian sebagai suatu penyerahan
daerah tertentu oleh pemerintah Republik Indonesia kepada perusahaan asing
dalam rangka pengusahaan dan pemilikan sumber alam yang terkandung di daerah
tersebut. Dalam kerjasama jenis ini, seluruh minyak dan gas bumi serta panas
bumi yang dihasilkan akan menjadi milik perusahaan asing tersebut. Perusahaan
asing (pengusaha) hanya berkewajiban memberikan sejumlah royalty yang besarnya
ditentukan dalam perjanjian dengan pemerintah RI. Pada hakekatnya, bentuk
kerjasama ini bertentangan dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945
yang menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Kerjasama konsesi ini dapat diartikan sebagai penyerahan kedaulatan
atas sebagian wilayah Republik Indonesia kepada pihak asing, dan negara hanya
memperoleh imbalan dalam bentuk royalty. Mengingat hal-hal tersebut, maka untuk
pertambangan minyak dan gas bumi dikeluarkan undang-undang nomor 4 tahun 1960
yang mengakhiri kerjasama konsesi
dalam bidang pertambangan (khususnya pertambangan minyak dan gas bumi) sudah
tidak dikenal lagi di Indonesia.
2.
Technical Assistance Contract (TAC)
Perjanjian
ini dilakukan antara Pertamina dengan kontraktor untuk meningkatkan produksi
sumur tua milik Pertamina yang sudah mulai menurun. Dalam perjanjian tersebut
dijelaskan mengenai kewajiban pihak kontraktor untuk menanggung semua biaya
yang terjadi. Hak untuk pihak kontraktor adalah terhadap jumlah produksi minyak
dan gas bumi Pertamina dari sumur tua tersebut. Apabila produksi sumur tua
tersebut melebihi dari jumlah produksinya yang semula, maka kelebihan tersebut
akan dibagi dua antara Pertamina dengan pihak kontraktor.
3.
Contract Enhanced Oil Recovery (EOR)
Kerjasama
antara Pertamina dan Perusahaan Swasta dalam rangka meningkatkan produksi
minyak di sumur dan lapangan minyak yang masih dioperasikan Pertamina dan sudah
mengalami penurunan produksi dengan menggunakan teknologi tinggi meliputi usaha
secondary dan tertiary recovery.
4.
Kontrak Karya
Pada kerjasama jenis ini, pemegang kuasa pertambangan
adalah perusahaan Negara (PERTAMINA) sedangkan pihak perusahaan hanya bertindak
sebagai kontraktor. Namun perusahaan Negara masih belum diberi wewenang
manajemen untuk mengarahkan dan menentukan kegiatan kontraktor. Ada tiga
perusahaan yang pernah terikat dengan kontrak ini yaitu PT CPI, PT SI,DAN PT Calasiatic
& Topco(c&t). kontrak karya ini mulai diberlakukan setelah
disahkannya Undang-Undanag nomor 4 Prp tahun 1960, bentuk kerjasama perjanjian
kontrak karya ini hanya berlaku sampai dengan tahun 1963, selanjutnya
dipergunakan Contract Production Sharing (Kontrak bagi Hasil). Dalam
kontrak karya ini terdapat hal-hal yang bersifat unik yaitu :
- Perusahaan Negara sebagai pemegang kuasa
pertambangan sedangkan perusahaan swasta bertindak sebagai kontraktor;
- Manajemen
dilaksanakan sepenuhnya oleh kontraktor dan semua kerugian yang mungkin
terjadi akan ditanggung oleh kontraktor;
- Pembagian
hasil dalam bentuk uang atas dasar perbandingan 60% untuk perusahaan
Negara dan 40% bagi kontraktor, akan tetapi penghasilan pemerintah tidak
boleh kurang dari 20% hasil kotor minyak bumi;
- Jangka waktu
kontrak adalah 30 tahun untuk daerah yang baru dan 20 tahun untuk daerah
lama;
- Penyisihan
wilayah dilakukan dua atau tiga kali setelah jangka waktu tertentu;
- Kontraktor
wajib ikut serta menyediakan minnyak untuk keperluan dalam negeri atas
dasar proposional dan tidak melebihi 25% dari produksi areal dan atas
dasar Cost ditambah Free $0,20/BBl.
5.
Kontak Bagi Hasil (Production
Sharing Contract)
Bentuk
kerjasama bagi hasil ini merupakan modifikasi dari kontrak perjanjian karya.
Kontrak bagi hasil (PSC) ini mulai dikenal sejak diberlakukannya undang-undang
nomor 8 tahun 1971. dalam pasal 12-1 Undang-Undang ini dinyatakan bahwa dalam
melakukan kegiatannya, Pertamina diperkenankan untuk berkerjasama dengan pihak
lain dalam bentuk kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract.
Dalam kontrak bagi hasil, ditetapkan bahwa wewenang berada ditangan pemerintah
Republik Indonesia (yang diwakili oleh Pertamina). Peranan kontraktor minyak asing hanyalah sebagai
penyandang dana dan melaksanakan kegiatan operasi perminyakan. Contract
Production Sharing ini mempunyai hal-hal sebagai berikut:
- Pertamina bertanggung jawab atas manajemen operasi;
- Kontraktor
melaksanakan operasi menurut Program Kerja Tahunan yang sudah disetujui
Pertamina;
- Kontraktor
menyediakan seluruh dana dan teknologi yang dibutuhkan dalam operasi
perminyakan;
- Kontraktor
menanggung biaya resiko operasi;
- Kontraktor
diizinkan mengadakan eksplorasi selam enam sampai sepuluh tahun. Sedangkan
eksploitasi boleh dilakukan oleh kontraktor selama 20 tahun atau lebih (jangka
waktu kontrak adalah 30 tahun);
- Kontraktor
akan menerima kembali seluruh biaya operasi setelah produksi komersial;
- Produksi yang
telah dikurangi biaya produksi, dibagi antara Pertamina dan kontraktor;
- Kontraktor
wajib menyisihkan/mengembalikan sebagian wilayah kerjanya kepada
pemerintah;
- Seluruh
barang operasi/peralatan yang dibeli kontraktor menjadi milik pemerintah;
- Seluruh data
yang didapatkan dalam operasi menjadi milik pemerintah;
- Kontraktor
adalah subjek pajak penghasilan, dan wajib menyetorkannya secara langsung
kepada pemerintah;
- Kontraktor
wajib memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi dalam negeri (Domestic
Market Obligation) maksimum 25% dari bagian Contract Production
Sharing;
- Kontraktor
wajib mengalihkan 10% interestnya setelah produksi komersial kepada
perusahaan swasta nasional yang ditunjuk Pertamina.
Production Sharing Contract lebih banyak digunakan dalam kerjasama
dalam mengeksploitasi dan eksplorasi minyak bumi. Dalam perkembangannya, Production
Sharing Contract (Kontrak Bagi Hasil) telah melewati beberapa generasi
C. Kontrak
Kerjasama Migas yang diterapkan di Indonesia
Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi
(Migas) Indonesia dijalankan berdasarkan Kontrak
Bagi Hasil atau Production
Sharing Contract (PSC) oleh
Satuan Kerja Khusus (SKK Migas) dibawah koordinasi Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral. Skema ini mengoptimalkan penerimaan negara
sekaligus melindungi dari paparan risiko tinggi terutama pada fase
eksplorasi. Bisnis hulu migas memiliki empat karakter utama. Pertama,
pendapatan baru diterima bertahun-tahun setelah pengeluaran direalisasikan.
Kedua, bisnis ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan
teknologi canggih. Ketiga, usaha hulu migas memerlukan investasi yang sangat
besar. Namun, di balik semua risiko tersebut, industri ini memiliki karakter ke
empat, yaitu menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Idealnya, kontrak yang
digunakan adalah yang mampu menyiasati tantangan dan meraih peluang dari empat
karakter tersebut.
Sebelum PSC, Indonesia sempat menganut
dua model bisnis, yaitu konsesi dan kontrak karya. Rezim konsesi dianut
Indonesia pada era kolonial Belanda sampai awal kemerdekaan. Karakteristiknya,
semua hasil produksi dalam wilayah konsesi dimiliki oleh perusahaan. Negara
dalam sistem ini hanya menerima royalti yang secara umum berupa persentase dari
pendapatan bruto dan pajak. Keterlibatan negara sangat terbatas.
Rezim Kontrak Karya berlaku saat
Indonesia menerapkan Undang-undang No. 40 tahun 1960 tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini mengatur bahwa sumber daya migas adalah milik
negara. Status perusahaan diturunkan dari pemegang konsesi menjadi
kontraktor negara. Pada sistem ini, negara dan perusahaan berbagi hasil
penjualan migas. Meskipun perusahaan tidak lagi menjadi pemegang konsesi,
kendali manajemen masih berada di tangan mereka. Peran pemerintah terbatas pada
kapasitas pengawasan.
Skema PSC pertama kali berlaku tahun
1966 saat PERMINA menandatangani kontrak bagi hasil dengan Independence Indonesian American Oil
Company (IIAPCO). Kontrak ini tercatat sebagai PSC pertama dalam
sejarah industri migas dunia. Penerapan PSC di Indonesia dilatarbelakangi oleh
keinginan supaya negara berperan lebih besar dengan mempunyai kewenangan
manajemen kegiatan usaha hulu migas.
PSC dapat diibaratkan dengan model usaha
petani penggarap yang banyak dipraktikkan di nusantara. Pemerintah adalah
pemilik “sawah” yang mengamanatkan pengelolaan lahan kepada “petani penggarap”.
Dalam bisnis hulu migas, “petani penggarap” ini adalah perusahaan migas baik
nasional maupun asing. Penggarap ini menyediakan semua modal dan alat yang
dibutuhkan. Semua pengeluaran ini tentunya harus disetujui pemilik sawah,
karena modal tersebut akan dikembalikan kelak saat panen. Penggantian ini, yang
dalam dunia migas dikenal dengan istilah
cost recovery, hanya dilakukan jika “panen” tersebut berhasil
atau ada temuan cadangan yang komersial untuk dikembangkan. Jika tidak, semua
biaya ditanggung sepenuhnya oleh penggarap (kontraktor migas). Saat “panen”
tiba, produksi akan dikurangkan terlebih dahulu dengan modal yang harus
dikembalikan, baru kemudian dibagi antara pemilik sawah dengan penggarap sesuai
dengan kesepakatan dalam kontrak.
Demikianlah PSC bekerja. Dengan pola
ini, negara bisa memanfaatkan anugrah sumber daya migas karena modal dan
teknologi disediakan oleh investor. Di sisi lain, negara tidak terpapar risiko
kegagalan eksplorasi karena biaya modal dalam kondisi tersebut tidak diganti
dalam skema cost recovery. Pemerintah
sebagai perwakilan negara juga memiliki kontrol baik atas manajemen operasional
maupun kepemilikan sumber daya migas.
Manajemen operasional hulu migas dipegang
oleh Satuan
Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas atau SKK Migas (dulu BPMIGAS) sebagai perwakilan
pemerintah dalam PSC. Dengan adanya institusi ini, kendali atas bisnis hulu
migas sepenuhnya di tangan negara. Di sisi lain, PSC juga mengatur bahwa sumber
daya migas tetap milik negara sampai titik serah. Berbeda dengan Kontrak Karya
yang membagi hasil penjualan migas, dalam sistem PSC, yang dibagi adalah
produksi. Selama sumber daya migas masih berada dalam wilayah kerja
pertambangan atau belum lepas dari titik penjualan yaitu titik penyerahan
barang, maka sumber daya alam migas tersebut masih menjadi milik pemerintah
Indonesia. PSC sampai saat ini masih dipercaya sebagai model paling ideal untuk
Indonesia. Sistem ini menjamin penguasaan negara atas sumber daya migas
sekaligus melindungi negara dari tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi
dalam bisnis hulu migas.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan
Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh
pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9
Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan
Gas Bumi. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu
minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini
dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik
negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
SKK Migas dalam melaksanakan tugas
tersebut, menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
·
Memberikan
pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas
kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak
Kerja Sama;
·
Melaksanakan
penandatanganan Kontrak Kerja Sama;
·
Mengkaji
dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan
diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral untuk mendapatkan persetujuan;
·
Memberikan
persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana dimaksud dalam poin
sebelumnya;
·
Memberikan
persetujuan rencana kerja dan anggaran;
·
Melaksanakan
monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; dan
·
Menunjuk
penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat memberikan
keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.
D. Contoh Kerjasama Pengelolaan Migas Indonesia
dan Malaysia
Indonesia melalui PT Pertamina (Persero) dan Malaysia
melalui Petroliam Nasional Berhad (Petronas) menandatangani nota kesepahaman
(Memorandum of Understanding/MoU) kerja sama pengembangan bisnis migas dan
turunannya di Malaysia dan Indonesia. Salah satu isi kesepakatan tersebut
adalah pertukaran minyak mentah antara bagian produksi di Malaysia (Lapangan
Kikeh, Kimanis dan Kidurong) dengan bagian produksi di Indonesia (Lapangan
Jabung dan Ketapang).
Petronas merupakan perusahaan migas nasional
Malaysia yang terintegrasi secara global mencakup seluruh rantai dari minyak
dan gas bumi. Seperti halnya Petronas, Pertamina juga memegang peranan penting
untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya migas serta menjaga ketahanan
energi Indonesia. Sinergi antara kedua perusahaan ini merupakan realisasi dari
kerja sama Government to Government (G to G) Indonesia dan Malaysia yang sudah
terjalin cukup erat sebelumnya. Kerja sama ini mencakup kerja sama secara
strategis maupun operasional.
Kedua pihak juga akan menjajaki
kemungkinan-kemungkinan kerjasama mulai dari bidang hulu hingga hilir. Di
antaranya adalah penelitian dan pengembangan, studi eksplorasi migas termasuk
penerapan teknologi di blok migas dengan kesulitan CO2 tinggi, perdagangan
sejumlah produk migas dan turunannya (kondensat dan petrokimia), dan energi
terbarukan. Selain itu, kerja sama yang akan dijalankan pun bukan hanya
berlokasi di Indonesia dan Malaysia, namun dikembangkan ke negara lain seperti
pengolahan minyak di Asia Timur dan penjajakan bersama peluang bisnis di benua
lain.
Kesepakatan kerja sama antara Pertamina dan
Petronas yang disepakati akan ditindak lanjuti dengan kerja sama di dua bidang.
Pertama operasi bersama lapangan migas dan pemanfaatan kilang Petronas untuk
bisa mengolah pasokan minyak mentah yang dimiliki Indonesia. Rencana besar kedua
perusahaan adalah mengoperasikan bersama salah satu lapangan minyak di Timur
Tengah.
Selain itu, Pertamina juga mempertimbangkan
untuk meningkatkan hak partisipasinya di beberapa blok migas milik Petronas dan
sudah ada hak partisipasi Pertamina di sana. Aset Pertamina tidak hanya ada di
Timur Tengah akan tetapi juga di wilayah Afrika, seperti Gabon, Algeria,
Namibia, Nigeria, Tanzania yang merupakan bagian dari Maurel & Prom yang
juga telah dimiliki sebagian hak partisipasinya oleh Pertamina. Peluang untuk
melakukan ekspansi dengan menggandeng Petronas adalah sebagai upaya perusahaan
untuk bisa bersaing di bisnis migas internasional.
Daftar Pustaka
Afri Gultom, Obbie. 2014. Bentuk-Bentuk Kontrak Pengelolaan
Minyak dan Gas di Indonesia. Diakses tanggal 7 Maret 2019: http://www.gultomlawconsultants.com/bentuk-bentuk-kontrak-pengelolaan-minyak-dan-gas-di-indonesia/#
Humas SKK Migas. Kompas.com. 2015. Mengenal Kontrak Hulu Migas Indonesia. Diakses tanggal 7 Maret
2019: https://skkmigas.mic.ads2.kompas.com/post/30/mengenal.kontrak.hulu.migas.indones , https://www.skkmigas.go.id/about-us/profile .
Irwansyah Fauzi, Adam. 2018. Aspek Legal Spasial Konsesi Migas.
Laporan. Prodi Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung.
Okezone.com. 2019. Pertamina-Petronas
Ekspansi Bisnis Hulu Migas di Timur Tengah. Diakses tanggal 7 Maret 2019: https://economy.okezone.com/read/2019/03/04/320/2025436/pertamina-petronas-ekspansi-bisnis-hulu-migas-di-timur-tengah?page=1
Republika.co.id.
2019. Pertamina Buka Peluang Kerja Sama
dengan Petronas. Diakses tanggal 7 Maret 2019: https://republika.co.id/berita/ekonomi/migas/pnsca0423/ekonomi/korporasi/19/03/01/pnos9q423-pertamina-buka-peluang-kerja-sama-dengan-petronas
Tohari, Hamim. 2012. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing
Contract) Dalam Pengelolaan Industri
Hulu Migas Di Indonesia. Tesis Universitas Airlangga.
Dibuat untuk memenuhi kewajiban tugas kuliah:
KERJASAMA
PENGELOLAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA
TUGAS
MATA KULIAH SUMBER DAYA PEMBANGUNAN
A.
M. ARAFANDI
P022181004
KONSENTRASI
MANAJEMEN PERENCANAAN
PROGRAM
STUDI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH
SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur berkat Allah SWT atas rahmatnya, penulis selesai menulis tugas akhir
makalah berjudul "Kerjasama Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia".
Terima kasih penulis kepada Bapak Prof. DR. Ir. Budimawan, DEA. selaku dosen
yang memberikan transfer pengetahuan selama proses perkuliahan Sumber Daya
Pembangunan berlangsung.
Dalam
menyusun tugas ini, penulis juga menyadari masih banyak kesalahan dalam proses
penulisan tugas ini. Penulis berharap tulisan ini bermanfaat dan dapat membantu
para pembaca untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan.
Akhir
kata, sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin semoga
dapat lebih profesional dengan apapun yang penulis lakukan. Terima kasih.
Makassar, 8 Maret 2019
Penulis
No comments:
Post a Comment