Powered By Blogger

Saturday, July 29, 2023

KERJASAMA PENGELOLAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA

 A.     Pengantar

Minyak dan gas bumi (migas) adalah bagian dari sumber daya alam yang bertindak sebagai sumber energi utama dalam kehidupan manusia yang tidak dapat dibarukan sehingga ketersediaannya terbatas. Jika Jumlahnya yang terbatas namun kebutuhan akan migas cukup besar berbanding terbalik dengan cadangan yang ditemukan, maka perlu dilakukan eksplorasi untuk terus menemukan resource demi memenuhi kebutuhan pasar yang terus meningkat setiap tahunnya. Migas hanya terbentuk dalam setting geologi dari mahluk hidup purbakala yang mati dan terkubur selama jutaan tahun mendapatkan tekanan dan suhu tinggi lalu berproses menjadi mineral.

Agar dapat membawa minyak dan gas bumi sampai ke permukaan dan dapat digunakan dibutuhkan proses yang mahal. Oleh karena itu, sektor pengolahan migas merupakan industri yang padat modal, padat teknologi, dan padat resiko. Karena sifatnya yang demikian, meskipun

kekayaan migas merupakan milik negara, pengolahan migas selalu dilakukan melalui kerjasama dengan kontraktor untuk berbagi resiko. Industri migas terbagi menjadi dua tahap yaitu, tahap eksplorasi dan tahap produksi. Kegiatan eksplorasi untuk menemukan cadangan migas sedangkan kegiatan produksi untuk mengangkatnya ke permukaan kemudian mengolah.

Indonesia dalam mengelolah sumber daya alam khususnya minyak dan gas bumi tidak lepas dari kerja sama melalui pemberian hak, izin, atau tanah oleh pemerintah, perusahaan, individu, atau entitas legal lain. Industri atau kegiatan usaha migas dengan hak atas tanah, pada dasarnya telah diatur dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Usaha migas dilaksanakan di dalam wilayah hukum pertambangan Indonesia. Wilayah pertambangan Indonesia secara hukum adalah seluruh wilayah daratan, perairan dan landas kontinen Indonesia.

 

B.     Bentuk-Bentuk Kerjasama Pengelolaan Migas

1.            Kerjasama Konsesi.

Konsesi mempunyai pengertian sebagai suatu penyerahan daerah tertentu oleh pemerintah Republik Indonesia kepada perusahaan asing dalam rangka pengusahaan dan pemilikan sumber alam yang terkandung di daerah tersebut. Dalam kerjasama jenis ini, seluruh minyak dan gas bumi serta panas bumi yang dihasilkan akan menjadi milik perusahaan asing tersebut. Perusahaan asing (pengusaha) hanya berkewajiban memberikan sejumlah royalty yang besarnya ditentukan dalam perjanjian dengan pemerintah RI. Pada hakekatnya, bentuk kerjasama ini bertentangan dengan pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Kerjasama konsesi ini dapat diartikan sebagai penyerahan kedaulatan atas sebagian wilayah Republik Indonesia kepada pihak asing, dan negara hanya memperoleh imbalan dalam bentuk royalty. Mengingat hal-hal tersebut, maka untuk pertambangan minyak dan gas bumi dikeluarkan undang-undang nomor 4 tahun 1960 yang mengakhiri kerjasama konsesi dalam bidang pertambangan (khususnya pertambangan minyak dan gas bumi) sudah tidak dikenal lagi di Indonesia.

2.             Technical Assistance Contract (TAC)

Perjanjian ini dilakukan antara Pertamina dengan kontraktor untuk meningkatkan produksi sumur tua milik Pertamina yang sudah mulai menurun. Dalam perjanjian tersebut dijelaskan mengenai kewajiban pihak kontraktor untuk menanggung semua biaya yang terjadi. Hak untuk pihak kontraktor adalah terhadap jumlah produksi minyak dan gas bumi Pertamina dari sumur tua tersebut. Apabila produksi sumur tua tersebut melebihi dari jumlah produksinya yang semula, maka kelebihan tersebut akan dibagi dua antara Pertamina dengan pihak kontraktor.

 

3.             Contract Enhanced Oil Recovery (EOR)

Kerjasama antara Pertamina dan Perusahaan Swasta dalam rangka meningkatkan produksi minyak di sumur dan lapangan minyak yang masih dioperasikan Pertamina dan sudah mengalami penurunan produksi dengan menggunakan teknologi tinggi meliputi usaha secondary dan tertiary recovery.

 

4.             Kontrak Karya

Pada kerjasama jenis ini, pemegang kuasa pertambangan adalah perusahaan Negara (PERTAMINA) sedangkan pihak perusahaan hanya bertindak sebagai kontraktor. Namun perusahaan Negara masih belum diberi wewenang manajemen untuk mengarahkan dan menentukan kegiatan kontraktor. Ada tiga perusahaan yang pernah terikat dengan kontrak ini yaitu PT CPI, PT SI,DAN PT Calasiatic & Topco(c&t). kontrak karya ini mulai diberlakukan setelah disahkannya Undang-Undanag nomor 4 Prp tahun 1960, bentuk kerjasama perjanjian kontrak karya ini hanya berlaku sampai dengan tahun 1963, selanjutnya dipergunakan Contract Production Sharing (Kontrak bagi Hasil). Dalam kontrak karya ini terdapat hal-hal yang bersifat unik yaitu :

  1. Perusahaan Negara sebagai pemegang kuasa pertambangan sedangkan perusahaan swasta bertindak sebagai kontraktor;
  2. Manajemen dilaksanakan sepenuhnya oleh kontraktor dan semua kerugian yang mungkin terjadi akan ditanggung oleh kontraktor;
  3. Pembagian hasil dalam bentuk uang atas dasar perbandingan 60% untuk perusahaan Negara dan 40% bagi kontraktor, akan tetapi penghasilan pemerintah tidak boleh kurang dari 20% hasil kotor minyak bumi;
  4. Jangka waktu kontrak adalah 30 tahun untuk daerah yang baru dan 20 tahun untuk daerah lama;
  5. Penyisihan wilayah dilakukan dua atau tiga kali setelah jangka waktu tertentu;
  6. Kontraktor wajib ikut serta menyediakan minnyak untuk keperluan dalam negeri atas dasar proposional dan tidak melebihi 25% dari produksi areal dan atas dasar Cost ditambah Free $0,20/BBl.

 

5.             Kontak Bagi Hasil (Production Sharing Contract)

Bentuk kerjasama bagi hasil ini merupakan modifikasi dari kontrak perjanjian karya. Kontrak bagi hasil (PSC) ini mulai dikenal sejak diberlakukannya undang-undang nomor 8 tahun 1971. dalam pasal 12-1 Undang-Undang ini dinyatakan bahwa dalam melakukan kegiatannya, Pertamina diperkenankan untuk berkerjasama dengan pihak lain dalam bentuk kontrak bagi hasil atau Production Sharing Contract. Dalam kontrak bagi hasil, ditetapkan bahwa wewenang berada ditangan pemerintah Republik Indonesia (yang diwakili oleh Pertamina). Peranan kontraktor minyak asing hanyalah sebagai penyandang dana dan melaksanakan kegiatan operasi perminyakan. Contract Production Sharing ini mempunyai hal-hal sebagai berikut:

  1. Pertamina bertanggung jawab atas manajemen operasi;
  2. Kontraktor melaksanakan operasi menurut Program Kerja Tahunan yang sudah disetujui Pertamina;
  3. Kontraktor menyediakan seluruh dana dan teknologi yang dibutuhkan dalam operasi perminyakan;
  4. Kontraktor menanggung biaya resiko operasi;
  5. Kontraktor diizinkan mengadakan eksplorasi selam enam sampai sepuluh tahun. Sedangkan eksploitasi boleh dilakukan oleh kontraktor selama 20 tahun atau lebih (jangka waktu kontrak adalah 30 tahun);
  6. Kontraktor akan menerima kembali seluruh biaya operasi setelah produksi komersial;
  7. Produksi yang telah dikurangi biaya produksi, dibagi antara Pertamina dan kontraktor;
  8. Kontraktor wajib menyisihkan/mengembalikan sebagian wilayah kerjanya kepada pemerintah;
  9. Seluruh barang operasi/peralatan yang dibeli kontraktor menjadi milik pemerintah;
  10. Seluruh data yang didapatkan dalam operasi menjadi milik pemerintah;
  11. Kontraktor adalah subjek pajak penghasilan, dan wajib menyetorkannya secara langsung kepada pemerintah;
  12. Kontraktor wajib memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi dalam negeri (Domestic Market Obligation) maksimum 25% dari bagian Contract Production Sharing;
  13. Kontraktor wajib mengalihkan 10% interestnya setelah produksi komersial kepada perusahaan swasta nasional yang ditunjuk Pertamina.

Production Sharing Contract lebih banyak digunakan dalam kerjasama dalam mengeksploitasi dan eksplorasi minyak bumi. Dalam perkembangannya, Production Sharing Contract (Kontrak Bagi Hasil) telah melewati beberapa generasi

 

 

 

C.     Kontrak Kerjasama Migas yang diterapkan di Indonesia

Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (Migas) Indonesia dijalankan berdasarkan Kontrak Bagi Hasil atau Production Sharing Contract (PSC) oleh Satuan Kerja Khusus (SKK Migas) dibawah koordinasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Skema ini mengoptimalkan penerimaan negara sekaligus melindungi  dari paparan risiko tinggi terutama pada fase eksplorasi. Bisnis hulu migas memiliki empat karakter utama. Pertama, pendapatan baru diterima bertahun-tahun setelah pengeluaran direalisasikan. Kedua, bisnis ini memiliki risiko dan ketidakpastian tinggi serta melibatkan teknologi canggih. Ketiga, usaha hulu migas memerlukan investasi yang sangat besar. Namun, di balik semua risiko tersebut, industri ini memiliki karakter ke empat, yaitu menjanjikan keuntungan yang sangat besar. Idealnya, kontrak yang digunakan adalah yang mampu menyiasati tantangan dan meraih peluang dari empat karakter tersebut.

Sebelum PSC, Indonesia sempat menganut dua model bisnis, yaitu konsesi dan  kontrak karya. Rezim konsesi dianut Indonesia pada era kolonial Belanda sampai awal kemerdekaan. Karakteristiknya, semua hasil produksi dalam wilayah konsesi dimiliki oleh perusahaan. Negara dalam sistem ini hanya menerima royalti yang secara umum berupa persentase dari pendapatan bruto dan pajak. Keterlibatan negara sangat terbatas.

Rezim Kontrak Karya berlaku saat Indonesia menerapkan Undang-undang No. 40 tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini mengatur bahwa sumber daya migas adalah milik negara. Status perusahaan diturunkan  dari pemegang konsesi menjadi kontraktor negara. Pada sistem ini, negara dan perusahaan  berbagi hasil penjualan migas. Meskipun perusahaan tidak lagi menjadi pemegang konsesi, kendali manajemen masih berada di tangan mereka. Peran pemerintah terbatas pada kapasitas pengawasan.

Skema PSC pertama kali berlaku tahun 1966 saat PERMINA menandatangani kontrak bagi hasil dengan Independence Indonesian American Oil Company (IIAPCO). Kontrak ini tercatat sebagai PSC pertama dalam sejarah industri migas dunia. Penerapan PSC di Indonesia dilatarbelakangi oleh keinginan supaya negara berperan lebih besar dengan mempunyai kewenangan manajemen kegiatan usaha hulu migas.

PSC dapat diibaratkan dengan model usaha petani penggarap yang banyak dipraktikkan di nusantara. Pemerintah adalah pemilik “sawah” yang mengamanatkan pengelolaan lahan kepada “petani penggarap”. Dalam bisnis hulu migas, “petani penggarap” ini adalah perusahaan migas baik nasional maupun asing. Penggarap ini menyediakan semua modal dan alat yang dibutuhkan. Semua pengeluaran ini tentunya harus disetujui pemilik sawah, karena modal tersebut akan dikembalikan kelak saat panen. Penggantian ini, yang dalam dunia migas dikenal dengan istilah cost recovery, hanya dilakukan jika “panen” tersebut berhasil  atau ada temuan cadangan yang komersial untuk dikembangkan. Jika tidak, semua biaya ditanggung sepenuhnya oleh penggarap (kontraktor migas). Saat “panen” tiba, produksi akan dikurangkan terlebih dahulu dengan modal yang harus dikembalikan, baru kemudian dibagi antara pemilik sawah dengan penggarap sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak.  

Demikianlah PSC bekerja. Dengan pola ini, negara bisa memanfaatkan anugrah sumber daya migas karena modal dan teknologi disediakan oleh investor. Di sisi lain, negara tidak terpapar risiko kegagalan eksplorasi karena biaya modal dalam kondisi tersebut tidak diganti dalam skema cost recovery. Pemerintah sebagai perwakilan negara juga memiliki kontrol baik atas manajemen operasional maupun kepemilikan sumber daya migas.

Manajemen operasional hulu migas dipegang oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas atau SKK Migas (dulu BPMIGAS) sebagai perwakilan pemerintah dalam PSC. Dengan adanya institusi ini, kendali atas bisnis hulu migas sepenuhnya di tangan negara. Di sisi lain, PSC juga mengatur bahwa sumber daya migas tetap milik negara sampai titik serah. Berbeda dengan Kontrak Karya yang membagi hasil penjualan migas, dalam sistem PSC, yang dibagi adalah produksi. Selama sumber daya migas masih berada dalam wilayah kerja pertambangan atau belum lepas dari titik penjualan yaitu titik penyerahan barang, maka sumber daya alam migas tersebut masih menjadi milik pemerintah Indonesia. PSC sampai saat ini masih dipercaya sebagai model paling ideal untuk Indonesia. Sistem ini menjamin penguasaan negara atas sumber daya migas sekaligus melindungi negara dari tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi dalam bisnis hulu migas.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) adalah institusi yang dibentuk oleh pemerintah Republik Indonesia melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. SKK Migas bertugas melaksanakan pengelolaan kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan Kontrak Kerja Sama. Pembentukan lembaga ini dimaksudkan supaya pengambilan sumber daya alam minyak dan gas bumi milik negara dapat memberikan manfaat dan penerimaan yang maksimal bagi negara untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

SKK Migas dalam melaksanakan tugas tersebut, menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:

·      Memberikan pertimbangan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral atas kebijaksanaannya dalam hal penyiapan dan penawaran Wilayah Kerja serta Kontrak Kerja Sama;

·      Melaksanakan penandatanganan Kontrak Kerja Sama;

·      Mengkaji dan menyampaikan rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan dalam suatu Wilayah Kerja kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mendapatkan persetujuan;

·      Memberikan persetujuan rencana pengembangan selain sebagaimana dimaksud dalam poin sebelumnya;

·      Memberikan persetujuan rencana kerja dan anggaran;

·      Melaksanakan monitoring dan melaporkan kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral mengenai pelaksanaan Kontrak Kerja Sama; dan

·      Menunjuk penjual minyak bumi dan/atau gas bumi bagian negara yang dapat memberikan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara.

 

D.    Contoh Kerjasama Pengelolaan Migas Indonesia dan Malaysia

Indonesia melalui PT Pertamina (Persero) dan Malaysia melalui Petroliam Nasional Berhad (Petronas) menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) kerja sama pengembangan bisnis migas dan turunannya di Malaysia dan Indonesia. Salah satu isi kesepakatan tersebut adalah pertukaran minyak mentah antara bagian produksi di Malaysia (Lapangan Kikeh, Kimanis dan Kidurong) dengan bagian produksi di Indonesia (Lapangan Jabung dan Ketapang).

Petronas merupakan perusahaan migas nasional Malaysia yang terintegrasi secara global mencakup seluruh rantai dari minyak dan gas bumi. Seperti halnya Petronas, Pertamina juga memegang peranan penting untuk meningkatkan nilai tambah dari sumber daya migas serta menjaga ketahanan energi Indonesia. Sinergi antara kedua perusahaan ini merupakan realisasi dari kerja sama Government to Government (G to G) Indonesia dan Malaysia yang sudah terjalin cukup erat sebelumnya. Kerja sama ini mencakup kerja sama secara strategis maupun operasional.

Kedua pihak juga akan menjajaki kemungkinan-kemungkinan kerjasama mulai dari bidang hulu hingga hilir. Di antaranya adalah penelitian dan pengembangan, studi eksplorasi migas termasuk penerapan teknologi di blok migas dengan kesulitan CO2 tinggi, perdagangan sejumlah produk migas dan turunannya (kondensat dan petrokimia), dan energi terbarukan. Selain itu, kerja sama yang akan dijalankan pun bukan hanya berlokasi di Indonesia dan Malaysia, namun dikembangkan ke negara lain seperti pengolahan minyak di Asia Timur dan penjajakan bersama peluang bisnis di benua lain.

Kesepakatan kerja sama antara Pertamina dan Petronas yang disepakati akan ditindak lanjuti dengan kerja sama di dua bidang. Pertama operasi bersama lapangan migas dan pemanfaatan kilang Petronas untuk bisa mengolah pasokan minyak mentah yang dimiliki Indonesia. Rencana besar kedua perusahaan adalah mengoperasikan bersama salah satu lapangan minyak di Timur Tengah.

Selain itu, Pertamina juga mempertimbangkan untuk meningkatkan hak partisipasinya di beberapa blok migas milik Petronas dan sudah ada hak partisipasi Pertamina di sana. Aset Pertamina tidak hanya ada di Timur Tengah akan tetapi juga di wilayah Afrika, seperti Gabon, Algeria, Namibia, Nigeria, Tanzania yang merupakan bagian dari Maurel & Prom yang juga telah dimiliki sebagian hak partisipasinya oleh Pertamina. Peluang untuk melakukan ekspansi dengan menggandeng Petronas adalah sebagai upaya perusahaan untuk bisa bersaing di bisnis migas internasional.

 

 

Daftar Pustaka

 

Afri Gultom, Obbie. 2014. Bentuk-Bentuk Kontrak Pengelolaan Minyak dan Gas di Indonesia. Diakses tanggal 7 Maret 2019: http://www.gultomlawconsultants.com/bentuk-bentuk-kontrak-pengelolaan-minyak-dan-gas-di-indonesia/#

Humas SKK Migas. Kompas.com. 2015. Mengenal Kontrak Hulu Migas Indonesia. Diakses tanggal 7 Maret 2019: https://skkmigas.mic.ads2.kompas.com/post/30/mengenal.kontrak.hulu.migas.indones , https://www.skkmigas.go.id/about-us/profile .

Irwansyah Fauzi, Adam. 2018. Aspek Legal Spasial Konsesi Migas. Laporan. Prodi Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung.

Okezone.com. 2019. Pertamina-Petronas Ekspansi Bisnis Hulu Migas di Timur Tengah. Diakses tanggal 7 Maret 2019: https://economy.okezone.com/read/2019/03/04/320/2025436/pertamina-petronas-ekspansi-bisnis-hulu-migas-di-timur-tengah?page=1

Republika.co.id. 2019. Pertamina Buka Peluang Kerja Sama dengan Petronas. Diakses tanggal 7 Maret 2019: https://republika.co.id/berita/ekonomi/migas/pnsca0423/ekonomi/korporasi/19/03/01/pnos9q423-pertamina-buka-peluang-kerja-sama-dengan-petronas

Tohari, Hamim. 2012. Kontrak Bagi Hasil (Production Sharing Contract) Dalam Pengelolaan Industri Hulu Migas Di Indonesia. Tesis Universitas Airlangga.



Dibuat untuk memenuhi kewajiban tugas kuliah:

KERJASAMA PENGELOLAAN MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA

TUGAS MATA KULIAH SUMBER DAYA PEMBANGUNAN

 

 

 

A. M. ARAFANDI

P022181004

KONSENTRASI MANAJEMEN PERENCANAAN

 

 

 

PROGRAM STUDI PERENCANAAN DAN PENGEMBANGAN WILAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2019


 


KATA PENGANTAR

 

Puji syukur berkat Allah SWT atas rahmatnya, penulis selesai menulis tugas akhir makalah berjudul "Kerjasama Pengelolaan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia". Terima kasih penulis kepada Bapak Prof. DR. Ir. Budimawan, DEA. selaku dosen yang memberikan transfer pengetahuan selama proses perkuliahan Sumber Daya Pembangunan berlangsung.

Dalam menyusun tugas ini, penulis juga menyadari masih banyak kesalahan dalam proses penulisan tugas ini. Penulis berharap tulisan ini bermanfaat dan dapat membantu para pembaca untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan.

Akhir kata, sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Hasanuddin semoga dapat lebih profesional dengan apapun yang penulis lakukan. Terima kasih.

 

Makassar, 8 Maret 2019

 

Penulis

No comments:

Post a Comment