A.
Masalah
Penduduk
Jumlah penduduk di suatu negara selalu mengalami
perubahan yang disebabkan oleh faktor kelahiran, kematian, dan migrasi atau
perpindahan penduduk. Pertumbuhan penduduk ialah perkembangan jumlah penduduk
di suatu daerah atau negara. Penduduk (population) ialah mereka yang
tinggal disuatu tempat pada saat
dilakukan sensus dalam kurun waktu minimal 6 bulan, atau mereka yang telah
terdaftar secara administrasi kependudukan dimana orang tersebut berdomisili.
Masalah yang
muncul terkait dengan jumlah penduduk yang besar adalah dalam penyedian
lapangan pekerjaan. Kebutuhan akan bahan pokok menuntut orang untuk berkerja
dan encari nafkah. Namun, penyedia lapangan kerja sangatlah minim. Yang menjadi
masalah adalah penduduk lebih senang untuk menggantungkan diri terhadap
pekerjaan dan cenderung mencari pekerjaan daripada membuka lapangan pekerjaan.
Hal ini menyebabkan
masalah baru yaitu pengangguran. Apabila jumlah pengangguran ini tinggi, maka rasio ketergantungan tinggi sehingga negara memiliki tanggungan yang besar untuk penduduknya yang dapat menghambat pembangunan dan menyebabkan tingkat kemiskinan menjadi tinggi.
masalah baru yaitu pengangguran. Apabila jumlah pengangguran ini tinggi, maka rasio ketergantungan tinggi sehingga negara memiliki tanggungan yang besar untuk penduduknya yang dapat menghambat pembangunan dan menyebabkan tingkat kemiskinan menjadi tinggi.
Jumlah
penduduk yang besar memiliki andil dalam berbagai permasalahan lingkungan dan
aspek lainnya. Jumlah penduduk yang besar tentunya membutuhkan ruang yang lebih
luas dan juga kebutuhan yang lebih banyak namun lahan dan juga wilayah
Indonesia tidaklah bertambah. Oleh karena itu, perencaan yang matang sangatlah
diperlukan guna penentuan kebijakan terkait dengan besarnya jumlah penduduk.
B. Masalah Pengangguran
Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan
kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan yang
mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian
karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat
akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial
lainnya.
Ketiadaan
pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang
menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan. Pengangguran yang
berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis
yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat
menyebabkan kekacauan politik, keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat
jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatu negara.
Di negara-negara berkembang seperti Indonesia,
dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang
semestinya bisa dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih
banyak orang.
C.
Masalah Wanita
Disparitas atau ketidaksetaraan gender antara
laki-laki dan perempuan terjadi akibat adanya asumsi bahwa kaum perempuan
dianggap lemah dan tidak mampu melakukan pekerjaan yang dikerjakan oleh kaum
laki-laki.
Disparitas Gender terjadi
hampir di seluruh Negara tidak terkecuali di Indonesia. Dalam skala global dikenal ada tiga pergeseran
interpretasi peningkatan peran wanita (P2W) sebagai berikut (Tjokrowinoto 1996:
84-86):
1. Peningkatan Peran Wanita Sebagai Wanita Dalam
Pembangunan
Perspektif P2W dalam konteks Women in Development memfokuskan pada
bagaimana mengintegrasikan wanita dalam berbagai bidang kehidupan, tanpa banyak
mempersoalkan sumber-sumber yang menyebabkan mengapa posisi wanita dalam
masyarakat bersifat inferior, sekunder, dan dalam hubungan subrdinasi terhadap
pria.
2. Peningkatan Peran Wanita Sebagai Wanita dan
Pembangunan
Menurut perspektif Women and Development yang dipelopori oleh kaum
feminis-Marxist ini, wanita selalu menjadi pelaku penting dalam masyarakat
sehingga posisi wanita dalam arti status, kedudukan, dan peranannya akan
menjadi lebih baik bila struktur internasional menjadi lebih adil.
2. Peningkatan Peran Wanita Sebagai Gender
dan Pembangunan
Menurut kacamata Gender and Development, konstruksi sosial yang membentuk
persepsi dan harapan sert mengatur hubungan antar pria dan wanita sering
merupakan penyebab rendahnya kedudukan dan status wanita, posisi inferior, dan
sekunder relatif terhadap pria.
Berkaitan dengan P2W, sejak GBHN 1978 telah mengamanatkan keikutsertaan
(integrasi) wanita dalam pembangunan nasional. Semenjak itu berbagai kebijakan
dan program telah dirumuskan untuk lebih membuka partisipasi wanita dalam
pembangunan. Dalam GBHN 1993, program P2W dalam Pembangunan Jangka Panjang
diarahkan pada sasaran umum dengan meningkatnya kualitas wanita dan terciptanya
iklim sosial budaya yang mendukung bagi wanita untuk mengembangkan diri dan
meningkatkan peranannya dalam berbagai dimensi kehidupan berkeluarga,
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Salah satu indikator integrasi wanita dalam pembangunan adalah Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPKA) wanita. Dari sisi ini terlihat bahwa TPKA
wanita meningkat dari tahun ke tahun dan diprediksikan tetap naik pada tahun
mendatang.
D. Masalah Imigrasi
Strategi indutrialisasi yang banyak mengandalkan akumulasi modal,
proteksi,dan teknologi tinggi telah menimbulkan polarisasi dan dualisme dalam
proses pembangunan. Fakta menunjukkan sektor manufaktur yang modern hidup
berdampingan dengan sektor pertanian yang tradisional dan kurang produktif.
Sektor pertama berupa struktur ekonomi modern yang secara komersial cenderung
bersifat canggih, yang banyak bersentuhan dengan lalu lintas perdagangan
internasional, dibimbing oleh motif-motif memperoleh keuntungan yang maksimal.
Di dalam konteks ini sektor tersebut dikuasai oleh orang-orang bermodal
besar (konglomerat) yang terutama berasal dari daerah metropolitan (kota-kota
besar), di mana pusat kekuasaan pemerintahan dan kegiatan ekonomi berada.
Sektor yang kedua berupa struktur ekonomi pedesaan yang bersifat
tradisional yang menurut teori ekonomi modern merupakan struktur ekonomi yang
beorientasi kepada sikap-sikap konservatif, kurang menanggapi
rangsangan-rangsangan internasional, serta kurang mampu mengusahakan pertumbuhan
perdagangan secara dinamis. Sebagian besar warga negara Indonesia hidup di
dalam sektor yang kedua ini (Nasikun, 1989).
Dewasa ini dualisme ekonomi timbul dari adanya urbanisasi. Adapun
urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa menuju kota sehingga
mengakibatkan semakin besarnya proporsi penduduk yang tinggal di perkotaan.
Tingkat urbanisasi di Indonesia cenderung terus meningkat dari waktu ke
waktu.pada tahun 1961 penduduk perkotaan baru 15 %, pada tahun 1970 meningkat
sedikit menjadi 17,4%, tahun 1980 menjadi 22,27%, dan tingkat urbanisasi
semakin cepat hingga tahun 1990 mencapai 30,9% dan tahun 1995 menjadi
35,9%.
Pendatang baru dikota karena tidak memperoleh pekerjaan, mencoba mengadu
nasibnya dengan berpatisipasi dalam kegiatan ekonomi kota sebagai self
employment yang akhir-akhir ini dikenal sebagai sektor informal. Sektor
informal menurut Weeks, bukanlah merupakan sektor yang memiliki sifat-sifat
seperti sektor tradisional sepenuhnya yaitu sifat statis, melainkan memiliki
sifat dinamis, walaupun begitu sektor informal bisa dikatakan sebagai bagian
dari sektor tradisional yang mempunyai pemahaman lebih luas (Hidayat,1978).
Sumber
Referensi: Kuncoro, Mudrajad.
2006. Ekonomika Pembangunan Teori,
Masalah, dan Kebijakan. Yogyakarta: UPP STIM YKPN
No comments:
Post a Comment